Guru; Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Selasa, 24 Nopember 2009

Salam Takzim

Sahabat dan pembaca batavusqu yang berbudi

Postingan budaya Indonesia kembali harus disusun dibelakang karena ada suatu berita yang hampir jarang dipublish oleh narablog ya ya ya mumpung masih ingat di coba ah untuk memberikan kebahagiaan kepada semua para guru yang ada di negara Indonesia.
Awal mulanya penulis juga tidak ingat kalau hari Rabu ini ada hari bersejarah, ya ya ya maklum bukan guru, tidak seperti pak Wandi Thok guru yang senang ngeblog. Malam ini si bungsu sibuk minta dicariin rok putihnya serta perlengkapan upacara, waktu ditanya ada acara apa besok neng, si bungsu bilang kan besok seluruh siswa disuruh mengikuti upacara memperingati hari Guru (PGRI). Tersentak batavusqu mendengar ungkapan si bungsu bahwa besok adalah hari guru, ya hari guru hari yang pasti berarti bagi para guru di tanah air khususnya ibu guru Meliana Aryuni.

Perjalanan hari  guru dari tahun ke tahun tidak pernah semeriah dengan hari Bayamgkara atau hari TNI, padahal profesi guru adalah profesi yang paling mulia. Sikap tulusnya tak pernah pupus walau terkadang cacian murid bagi tingkat SD dan TK kepadanya selalu digelutinya. Sikap sabarnya juga terpatri matang bagi siswa di kelompok SMP dan SMU/SMK, ya sabar dalam menghadapi usia sulit dan usia pembentukan diri bagi siswa untuk masa dewasanya.

Sedikit penulis menguak perjalanan organisasi guru yang cukup ternama di Republik ini yaitu PGRI. Rasanya penulis harus membaca sejarah untuk apa PGRI didirikan dan mengapa guru perlu mempunyai oganisasi profesi seperti PGRI. Namun sayangnya, tidak banyak guru yang terlibat dalam organisasi ini. Organisasi ini lebih banyak didominasi oleh para dosen perguruan tinggi, Bukankah sudah jelas guru dan dosen itu berbeda? Bukankah seharusnya organisasi ini bernama Persatuan Guru dan Dosen Republik Indonesia (PGDSI)? Kenapa para dosen di perguruan tinggi tak membuat sendiri organisasi Persatuan Dosen Republik Indonesia? Bukankah sudah jelas dikatakan dalam UU guru dan dosen tahun 2003, bahwa guru adalah orang yang mengajar di sekolah sedangkan dosen adalah orang yang mengajarkan di perguruan tinggi.

Terkadang pemikiran  memang sering latah, Persatuan Orang Tua Murid dan Guru diberi nama POMG. Padahal panggilan murid berlaku untuk sekolah TK dan SD, sedangkan panggilan siswa ditujukan bagi mereka yang telah mengikuti pendidikan d bangku SMP dan SMA. Seharusnya nama organisasinya itu adalah Persatuan Orang tua Siswa dan Guru.

Kembali kepada organisasi guru. Dulu, PGRI menjadi corong kekuasaan karena sebagian pengurusnya adalah orang yang aktif di parpol, khususnya partai golkar. Itulah yang menyebabkan para guru menjadi trauma, kalau-kalau organisasi guru seperti PGRI Cuma dijadikan alat sesaat dalam membangun citra politik partai tertentu. Semestinya PGRI semakin membumi dan keberadaannya diperhatikan benar oleh para guru. Tetapi mengapa para guru terasa enggan bergabung dalam organisasi PGRI? Bahkan ada yang mendirikan sendiri organisasi guru dengan nama Persatuan Guru Independen Indonesia (PGII). Bahkan ada juga yang sudah membentuk organisasi guru yang diberi nama Persatuan Guru Sejahtera Indonesia (PGSI). Juga ada lagi organisasi yang benama Klub guru Indonesia (KGI).

Banyaknya organisasi profesi guru yang muncul dan terbentuk, membuat guru terasa seperti terkotak-kotak. Seharusnya, para guru bergabung saja dalam satu organisasi yang bernama PGRI. Kita besarkan PGRI, dan tidak ada dikotakkan lagi antara guru sekolah swasta dengan guru sekolah negeri. Semua guru harus bergabung dalam wadah yang bernama PGRI.

Sejarah PGRI

Dalam teks resmi yang dikeluarkan oleh Pengurus Besar PGRI, dan untuk dibaca pada upacara memperingati HUT PGRI dan Hari Guru Nasional, 25 November tahun 2008, dijelaskan bahwa PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932.

Semangat kebangsaan Indonesia telah lama tumbuh di kalangan guru-guru bangsa Indonesia. Organisasi perjuangan huru-guru pribumi pada zaman Belanda berdiri tahun 1912 dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB).

Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya terdiri dari para Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua. Sejalan dengan keadaan itu maka disamping PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan yang lainnya.

Kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia.

Semangat perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita kesadaran. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.”

Pada tahun 1932 nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda. Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa Indonesia.

Pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang, sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia (PGI) tidak dapat lagi melakukan aktivitas.

Semangat proklamasi 17 Agustus 1945 menjiwai penyelenggaraan Kongres Guru Indonesia pada tanggal 24 – 25 November 1945 di Surakarta. Melalui kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang di dasarkan atas perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku, sepakat dihapuskan. Mereka adalah – guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang aktif berjuang, dan pegawai pendidikan  Republik Indonesia yang baru dibentuk. Mereka bersatu untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Di dalam kongres inilah, pada tanggal 25 November 1945 – seratus hari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan. Dengan semangat pekik “merdeka” yang bertalu-talu, di tangan bau mesiu pemboman oleh tentara Inggris atas studio RRI Surakarta, mereka serentak bersatu untuk mengisi kemerdekaan dengan tiga tujuan :

  1. Memepertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia;

  2. Mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar kerakyatan;

  3. Membela hak dan nasib buruh umumnya, dan guru pada khususnya.

Sejak Kongres Guru Indonesia itulah, semua guru Indonesia menyatakan dirinya bersatu di dalam wadah  Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Jiwa pengabdian, tekad perjuangan dan semangat persatuan dan kesatuan

PGRI yang dimiliki secara historis terus dipupuk dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan negara kesatuan republik Indonesia. Dalam rona dan dinamika politik yang sangat dinamis, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) tetap setia dalam pengabdiannya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketenagakerjaan, yang bersifat unitaristik, independen, dan tidak berpolitik praktis.

Untuk itulah, sebagai penghormatan kepada guru, pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994, menetapkan hari lahir PGRI tanggal 25 November sebagai Hari Guru Nasional, dan diperingati setiap tahun.

Kiprah PGRI Saat ini.

Saat ini ada pengharapan agar kiprah PGRI di masa-masa yang akan datang kauh lebih baik lagi. Semoga, PGRI dibawah kepemimpinan Prof. Dr. Sulistyo mampu meningkat mutu guru. Menjadi guru lebih bermartabat, dan memperbanyak guru yang profesional di bidangnya. Untuk bisa merealisasikan itu, tentu PGRI didukung oleh kepengurusan yang solid dan kredibel di mata para guru, sehingga program kerjanya terasakan untuk semua guru.

PGRI harus lebih berkiprah, khususnya membantu guru melakukan penelitian ilmiah sehingga mereka tidak mentok di golongan IVA. PGRI juga diharapkan mampu menjembatani keinginan para guru dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah agar mampu menterjemahkan hak-hak guru yang harus dibayarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Akhirnya, PGRI harus menjadi corong para guru dalam menyampaikan suaranya kepada pemerintah dan memberikan masukan positif kepada pemerintah tentang langkah-langkah efektif yang sebaiknya dilakukan. Jangan biarkan PGRI menjadi seperti pepatah, hidup segan mati tak mau.

Sajian tulisan ini secara khusus penulis ingin sampaikan kepada para guru untuk dikoreksi maklum disadur dari sembarang media terutama media Kompas dan Media Indonesia, serta majalah edukasi dari litbang UI

37 pemikiran pada “Guru; Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

  1. Weleh-weleh, saya sendiri malah ora kelingan mas nek sesuk hari PGRI, soale aku wis metu ko PGRI, makasih sudah mengingatkan dan sudah memberikan trackback.

    Sementara saya komeng dari ndotpress saya karena sementara ini ndotcomku dianggap spammer ama akismet. Sudah dikontak 2 kali mingsih tetep aja mas. Salam sukses selalu buat mas Sipur. 😆

  2. Oh yah,…berdasarkan Surat Edaran Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Nomor : 447/Um/PB/XIX/2007 tanggal 27 November 2007, bahwa kata : “Pahlawan Bangsa Tanpa Tanda Jasa” diganti dengan kata “Pahlawan Bangsa Pembangun Insan Cendikia”.
    terima Kasih

  3. Selamat hari Guru ..
    Semoga menjadi panutan bagi para murid dan masyarat …
    Guru adalah Pahlawan tanpa tanda jasa, dan semoga kesejahteraan para guru makin meningkat.

  4. ABDUL AZIZ

    Terima kasih tulisannya , kadang saya lupa dengan Hari Guru ini. Tapi menjadi guru memiliki kebahagiaan tersendiri yang tidak bisa diperoleh di tempat lain, yaitu ketika berbagi ilmu kepada anak-anak didik.
    Sekali lagi, terima kasih.
    Salam

  5. RAIHLAH “JATI DIRI MANUSIA”.. untuk

    MENGEMBALIKAN JATI DIRI BANGSA INDONESIA

    Salam Cinta Damai dan Kasih Sayang ‘tuk Sahabatku terchayaaaaaank

    I Love U fullllllllllllllllllllllllllllllll

  6. Jadi semangat nih baca postingannya Pak Zipoer….Dalam lelah, ternyata penyemangatnya ada di sekitar saya 🙂

    Ayo, para guru…semangat berjuang demi generasi yg hebat di masa depan !

Tinggalkan Balasan ke zipoer7 Batalkan balasan