Tradisi Sya’ban di Karang Anyar Solo

Artikel Tamu

Todongan menjadi penulis tamu oleh seorang bloger kawakan, sangat tabu bila saya lewatkan. Apalagi ini berkaitan dengan adat, tradisi dan unsur agama yang berkaitan erat didalamnya. Menjadi wajib bagi saya untuk ikutan memberikan sedikit share dan kalo bisa insyaAllah bisa menjadikan pencerahan bagi sahabat sekalian. Di hajatan kali ini, Mas Isro-Batavusqu sebagai sohibul hajat memberikan tema kegiatan dan tradisidi lingkungan para sahabat di bulan Sya’ban. Ya, bulan Sya’ban, bulan mulia, bulannya junjungan kita Rosulullah Muhammad SAW, bulan yang didalamnya banyak bertaburan berkah dan fadilah kebaikan.

Nah, siapa coba yang bisa nolak bila diajak sama-sama menulis tentang kebaikan di bulan baik? Maka, gak menunggu waktu lagi, saya coba corat-coret.  Kalo bicara tradisi Sya’ban di daerah saya sekarang tinggal, saya sama sekali belum dapat menggambarkan, apalagi menceritakan, karena baru beberapa bulan saja saya tinggal disini. OK, untuk tidak mengurangi niat saya menulis disini, maka saya pilih untuk bercerita tradisi bulan Sya’ban di daerah Karanganyar – Solo, kota dimana saya pernah menghabiskan masa kecil disana.

Memasuki bulan Sya’ban, aktifitas masyarakat nampak biasa saja, masyarakat yang sebagian besar adalah petani itu masih tetap pergi kesawah diselingi merawat ternak mereka. Namun, menginjak pertengahan bulan, aktifitas itu sedikit terisi sebuah tradisi tahunan. Tradisi di bulan Sya’ban itu disebut Bancakan Sya’ban.

 Apakah Bancakan itu?

Bancakan bagi masyarakat Solo adalah semacam syukuran, memanjatkan doa, dzikir dan tahlil pada sang maha Allah SWT.  Bancakan yang berarti makan besar, benar-benar dijadikan tradisi makan-makan bagi masyarakat setempat, dalam acara itu, kita membawa tumpeng lincak  berisi setengah nasi  tumpeng  yang dikelilingi lauk pauk berupa Gudangan, Pelas, Bongko, Bothok, Sambal goreng krecek, Tempe-tahu bacem, Ayam goreng dan krupuk merah. Acara ini biasa diadakan Ba’da Ashar oleh para kepala keluarga. Setiap kepala keluarga membawa tumpeng lincak dan berkumpul dibalai warga untuk sama-sama berdoa agar diberikan keberkahan dan keselamatan juga rezeki yang berlimpah. Setelah selesai berdoa, mereka saling menukar tumpeng lincak untuk kembali dibawa pulang kerumah dan dinikmati bersama-sama keluarga masing-masing.

Ya, sesederhana itu tradisi masyarakat di bulan Sya’ban. Namun dari kesederhanaan itu, yang terpenting adalah pengungkapan rasa syukur dan semangat kebersamaan silaturahmi terjalin erat. Dan dari tradisi ini masyarakat akan terus mengingat dan bersyukur atas keberkahan Allah SWT yang selalu terlimpah bagi mereka.

Note :

Lincak                 = Anyaman bambu tipis berbentuk seperti penampan
Tumpeng
         = Nasi yang dibentuk kerucut

Gudangan      = Urapan sayur mayur (daun bayam, kacang panjang, kecambah/tauge) dicampur dengan  parutan kelapa muda dengan bumbu cabe merah sedikit pedas.

Pelas                 = Kedelai hitam dicampur dengan parutan kelapa yang dikukus dalam daun pisang.
Bongko
           = Sama seperti Pelas, tapi kedelai hitam diganti dengan kacang merah.

Bothok             = Daun melinjo dan petai cina dimasak pedas dicampur dengan kelapa dan potongan cabai hijau besar.
Krecek
              = Kulit sapi yang sudah diolah menjadi semacam krupuk (renyah)\

Semoga meraih keberkahan di bulan Sya’ban..

Salam Iyha

 

Tulisan ini dikirim oleh penulis tamu

  Beliau adalah mbak  Triana Frida Astary a.k.a Iyha

Salah satu Kartini-kartini masa kini pilihan

Tinggal di Permata Hijau Jakarta

31 pemikiran pada “Tradisi Sya’ban di Karang Anyar Solo

  1. Asalamaualaikum, wah tradisi yang sangat membantu untuk mempererat silaturhmi sesama muslim, pak !, karena sekarang ini begitu miris melihat anak anak muda yang meninggalkan budaya / tradisi kekeluargaan , kadang juga masyarakat yang terkotak kotak dengan bangganya mereka memperkenalkan kemodern-an, sehingga cenderung individualis, terima kasih telah memperkenalkan Bancakan Sya’ban, mengenai masalah khilafiyah bisa kita sisihkan karena umat islam sebegitu terkotak2nya dan jauh dari persatuan sebagai islam.

    salam

  2. Ciri khas makanan daerah setempat selalu tidak ketinggallan dalam penyajian disetiap acara keagamaan. Semakin senang bila dapat dirasakan bersama dalam kehangatan silaturahmi warga.

    Suksesselalu.
    Salam
    Ejawantah’s Blog

  3. Yang pasti saya paling suka mengikuti bancakan dan sejenisnya. Bisa makan-makan bersama dengan gratis. Nuansa persatuan, persaudaraan dan keakrabannya terasa banget

  4. Sepertinya di daerah saya nggak ada tradisi Sya’ban yang menonjol, Pak… Mungkin karena suku yang sangat beragam yang mendiami kota Samarinda 🙂

  5. Ping-balik: Tata Cara Sholat Sunnah Nisfu Sya’ban « Batavusqu

  6. Ping-balik: Tradisi perang ketupat di bulan Sya’ban2 « Batavusqu

  7. nurrahman

    klo di kampung saya purworejo, bancakan lbh kepada syukuran anak2 :D. bikin pecel rame2 di makan di lapangan setempat khusus utk anak2 😀

  8. Ping-balik: Tradisi Nisfu Sya’ban di Jepara « Batavusqu

  9. Ping-balik: Puasa sunnah di bulan Sya’ban « Batavusqu

  10. Ping-balik: Gowes to Campus « Batavusqu

  11. Ping-balik: Tradisi malam Nisfu Sya’ban di tempat saya « Batavusqu

  12. Ping-balik: Tradisi Kaurie Beureuat di Bulan Sya’ban « Batavusqu

  13. Ping-balik: Tradisi Suro Baca di Sulsel « Batavusqu

  14. Ping-balik: Tradisi Sya’ban di Sumatera Barat1 « Batavusqu

  15. Ping-balik: Proses Sidang Tilang di PN Jaksel « Batavusqu

  16. Ping-balik: Tradisi Sya’ban oleh Masyarakat Jawa « Batavusqu

  17. Ping-balik: Tradisi Sya’ban di Sumatera Barat2 « Batavusqu

  18. Ping-balik: Tradisi pacu jalur di bulan sya’ban « Batavusqu

  19. Ping-balik: Tradisi Papajar di Cianjur « Batavusqu

  20. Ping-balik: Jadwal Imsakiyah Ramadhan 1432H « Batavusqu

  21. Ping-balik: Kopdar dengan pemilik TE « Batavusqu

  22. Ping-balik: Rangkuman Sya’ban « Batavusqu

Tinggalkan komentar