Upacara adat Molonthalo1

Salam Takzim

Sahabat dan pembaca batavusqu yang berbudaya

Upacara adat berikut saya angkat dari kumpulan adat yang dikemas oleh masyarakat Gorontalo, istilah Molonthalo atau raba puru bagi istri yang hamil tujuh bulan. upacara adat ini hampir sama dengan adat suku jawa yaitu selmatan untuk istri yang sedang hamil 7 bulan. Bagi masyarakat Gorontalo upacara ini harus dilaksanakan agar sang bayi lahir dengan selamat. bagaimana adat ini dilaksanakan mari kita simak bersama.

Upacara Adat Molonthale

Persiapan dan cara pelaksanaan hingga tahapan akhir dari Acara Adat Molonthalo ini cukup banyak. Pihak keluarga yang mengadakan upacara adat ini harus menghadirkan kerabat pihak suami, Hulango atau Bidan Kampung, Imam Kampung atau Hatibi, dua orang anak perempuan umur 7 sampai dengan 9 tahun, keduanya masih memiliki orang tuanya (Payu lo Hulonthalo), dua orang Ibu dari keluarga sakinah.

Syarat Bidan Kampung

  • Beragama Islam
  • Mengetahui seluk beluk umur kandungan
  • Mengetahui tata cara molonthalo
  • Hafal dengan mantera-mantera yang sudah diturunkan oleh leluhur
  • Diakui oleh masyarakat sebagai bidan kampung

Peralatan adat yang harus disiapkan

  • Hulante atau seperangkat bahan diatas baki yang terdiri dari
  • 3 Liter beras
  • 7 tangkai cengkeh
  • 7 butir telur ayam kampung
  • 7 buah jeruk nipis
  • 7 keping uang 1000_an
  • 7 buah pala
  • Seperangkat bahan pembakaran dupa diatas baki, yang terdiri dari 1 buah polutube (pedupaan), 1 buah baskom tempat tetabu (dupa) dan segelas air masak yang tertutup.
  • Seperangkat batu gosok (botu pongi’ila) yaitu batu gosok untuk mengikis kunyit sepenggal, dicampur sedikit kapur, dan air dingin yang disebut Alawahu Tilihi.
  • Seperangkat tempat sirih dan isinya
  • seperangkat makanan, tempatnya terbuat dari daun kelapa muda (janur) yang berisi nasi kuning, telur rebus, ayam goreng dan kue – kue seperti wapili, kolombengi, apangi dll ditambah pisang masak terdiri dari pisang raja atau pisang gapi
  • Seperangkat makanan diatas baki terdiri dari sepiring nasi goring yang dicampur dengan hati ayam, sepiring ayam goreng yang masih utuh dan diperutnya dimasukkan sebuah telur rebus, dua buah baskom tempat cuci tangan dan dua buah gelas berisi air masak, dan dua buah sendok makan.
  • Selembar daun silar (tiladu) berkeping tiga (tiladu tula-tula pidu), seukuran perut sang ibu yang hamil.
  • Bulewe atau upik pinang
  • Sebuah tempurung tidak bermata
  • Seperangkat Tikar warna putih
  • Beras 5 warna masing masing segelas
  • sebilah keris bersarung

Sang ibu hamil memakai busana walimomo konde pakai sunthi dengan tingkatan, 1 tangkai untuk umum, 3 tangkai untuk golongan istri wuleya lo lipu (Camat), 5 tangkai untuk golongan istri Jogugu / wakil Bupati / Walikota, dan 7 tangkai untuk Mbui, istri Raja / Bupati / Walikota.

Sang suami (calon ayah) memakai Bo’o takowa kiki dan payungo tilabatayila memakai salempang, keris terselip di pinggang. Dua orang untuk perempuan memakai galenggo wolimomo, kepalanya memakai Baya Lo Bo’ute, atau bahan hiasan kepala. Dua orang ibu yang sakinah memakai kebaya dan batik, serta batik surang sebagai penutup atau (wulo-wuloto) atau busana lo mango tiilo.

Prosesi pelaksanaan

Upacara Adat Molonthalo dimulai dengan Hulango memberikan tanda (bontho) dengan alawahu tilihi pada dahi, leher bagian bawah tenggorokan, bahu, lekukan tangan dan bagian atas telapak kaki, bawah lutut, yang bermakna pernyataan sang ibu akan meninggalkan sifat – sifat mazmunah (tercela) dalam mendidik dan membesarkan anak – anaknya nanti. Kemudian Sang ibu dibaringkan diatas tikar putih diatas permadani, kepalanya menghadap ketimur dan kakinya ke barat. Seorang ibu memegang bantal dan menjaga dibagian kepalanya. Pada bagian kaki seorang ibu menjaga sambil memegang lutut dari sang ibu hamil, posisi lututnya terlipat keatas.

Dua orang anak (laki – laki dan perempuan) pada payu lo limutu, satu orang anak perempuan (pada payu lo Hulondhalo), yang sudah dapat berbicara. Mereka duduk bersebelahan (payu lo limutu), duduk disisi sebelah kanan dari ibu yang di tonthalo. Kedua tangan mereka tersusun diatas perut yang hamil ( ibu yang di tonthalo), tepat diatas ikat pinggang janur berkepala tiga.(bersambung)

Seperti biasa disaji bukan untuk dipuji apalagi dicaci namun hanya untuk diketahui

Baca juga upacara adat yang telah dipublish

——————————————————————————————————————————————————

Salam Takzim Batavusqu

Angka dan huruf merupakan perpaduan kode|Upacara adat tiwah|Profesi pemerhati lingkunan hidup|Upacara Adat Bau Nyale2|Upacara Adat Bau Nyale1|Upacara Adat Pasola2|Upacara Adat Pasola Sumba1|Warung Blogger|

41 pemikiran pada “Upacara adat Molonthalo1

  1. Pada setiap upacara adat kita dapat mengetahui pembelajaran budiperkiti yang luhur dengan makna yang dalam. Bahwa setiap manusia yang hidup harus memiliki etika dan norma yang harus dijunjung tinggi, dengan maksud saling menghargai.

    Sukses selalu mas dan salam untuk keluarga.
    Salam
    Ejawantah’s Blog

  2. terimakasih untuk informasinya kawan.. semakin membuka mata bahwa bangsa ini sangatlah kaya akan budaya.. dan jangan sampai itu menjadi pemisah antar kita… semoga menjadi perekat karena keberagamannya 🙂

  3. Itu upacara adat dari Gorontalo ya pak ❓ wah sewaktu kakak saya menikah dengan orang asli dari sana, saya gak sempat lihat. Pasti acaranya hampir mirip seperti itu ya 😆

    Salam hangat serta jabat erat selalu dari Tabanan

  4. wah…….. budaya yang sangat beragam dan banyak sekali di Indonesia ya, kok ya bisa sama ya dengan budaya nujuh bulan di Jawa? apa ada hubungan yang mengaitkannya ya

  5. “satu orang anak perempuan (pada payu lo Hulondhalo), yang sudah dapat berbicara. Mereka duduk bersebelahan (payu lo limutu), duduk disisi sebelah kanan dari ibu yang di tonthalo. Kedua tangan mereka tersusun diatas perut yang hamil ( ibu yang di tonthalo),”

    Apakah anak-anak yang dimaksud disini harus anak-anak mereka sendiri atau kerabat, Kang?

  6. Saleum
    Met siang bang, sukses terus dengan postingan adat dan tradisi nusantara bang. Supaya kita kita lebih tau lagi isi nusantara ini.
    saleum dmilano

  7. Sofyan

    ternyata ada juga acara 7 bulanan di luar jawa ya,,kalau di jawa khususnya tempat saya namanya “tingkepan” prosesinya hampirnya sama cuman tidak mengahdirkan bidan,,hanya kerabat dan tetangga untuk berdo’a bersama..oya salam cayya,,cayya

  8. Saya jadi kangen sama Gorontalo…
    walau begitu, selama saya tinggal disana, blm pernah ketemu sama tradisi ini…
    jadi baru tau nih dari Kang Isro.. 🙂

    Semoga adat istiadat ini senantiasai dilestarikan yah.. , amin… 🙂

  9. Ping-balik: Upacara adat Molonthalo2 « Batavusqu

  10. Ping-balik: Upacara adat Mappassili « Batavusqu

  11. Ping-balik: Upacara adat Mandi Tian Mandaring « Batavusqu

  12. Ping-balik: Upacara adat Mandi Bunting « Batavusqu

  13. Ping-balik: Upacara adat 7 bulanan di Aceh « Batavusqu

  14. Ping-balik: Model Onthelis tempo doeloe « Batavusqu

  15. Ping-balik: Award dari Kang Indra Kusuma Sejati « Batavusqu

  16. Ping-balik: Upacara Adat Tingkeban « Batavusqu

  17. Ping-balik: Upacara adat Mitoni « Batavusqu

  18. Ping-balik: Ngontel neng petogogan « Batavusqu

  19. Ping-balik: Upacara adat khitanan masyarakat Betawi « Batavusqu

  20. Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat sunda « Batavusqu

  21. Ping-balik: Peringatan HUT Kota Jakarta « Batavusqu

  22. Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat Tengger « Batavusqu

  23. Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat Demak « Batavusqu

  24. Ping-balik: Tradisi khitanan bagi Masyarakat Bajo « Batavusqu

  25. Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat Bugis « Batavusqu

  26. Ping-balik: Tradisi Khitanan masyarakat Aceh1 « Batavusqu

  27. Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat Aceh2 « Batavusqu

Tinggalkan komentar