Upacara adat 7 bulanan di Aceh

Salam Takzim

Sahabat dan pembaca batavusqu yang berbudaya

Pada postingan sebelumnya 4 daerah yang ada di pulau Kalimantan dan Sulawesi ada tradisi unik dan menarik tentang upacara adat bagi calon ibu yang sedang berbahagia dalam kehamilan bayi pertamanya, yaitu upacara 7 bulanan, walau masing masing daerah memiliki perbedaan dalam menyambut bayi namun memiliki persamaan makna yaitu agar bayi lahir dalam keadaan selamat. Di Propinsi Aceh upacara menyambut persalinan lebih dikenal dengan nama Peusijuek, nah bagaimana prosesinya mari kita simak bersama.

Secara antropologis, kehamilan adalah simbol fertilitas dan penanda lahirnya sebuah generasi baru yang harus disambut dengan seksama. Seperti juga dalam kebudayaan Jawa, tradisi tujuh bulanan (seunujoh) di Aceh disambut dengan acara makan-makan (peunajoh). Sedapat mungkin dibuat meriah, apalagi jika menyambut anak pertama. Sebutan dalam bahasa Aceh untuk anak pertama dari putera laki-laki tertua adalah “menyambut putra mahkota” (seumambot aneuk raja).

Menurut adat Aceh, memasuki masa kehamilan tujuh bulan, keluarga suami mendatangi keluarga istri dengan khidmat. Proses adat itu juga dicatat dalam buku seorang antropolog Belanda, Dr. Snouck Hurgronje (De Atjehers (1893) dan diterjemahkan menjadi Aceh, Rakyat dan Adat Istiadatnya, 1996), sebagai tradisi mengantarkan nasi (jak me bu).

Bagi keluarga yang memiliki status sosial yang lebih tinggi, kuantitas makanan yang dibawa pun harus lebih besar dan mewah. Biasanya dibawa dalam panci besar (jak me dandang). Panci-panci itu berisi tempat nasi (kanet bu), beberapa talam berisi lauk daging kambing, sapi, ikan, telur yang dimasak kari pedas atau kari putih (korma), termasuk sekeranjang buah-buahan. Itu belum lagi ditambah kuih-muih khas Aceh seperti dodol, meusekat, haluwa (Arab : halwa = kue manis), dan wajik.

Makanan itu dijinjing oleh rombongan keluarga suami untuk dijadikan bagian dari pesta makan bersama (meuramien). Proses ini bisa diganti dengan pemberian uang kepada keluarga istri (dandang meuntah). Tapi hal ini biasanya jarang dilakukan, kecuali ada faktor yang luar biasa yang menimpa keluarga lelaki, seperti bencana alam atau meninggal.

Sebelum acara makan dimulai, dilakukan tradisi peusijuk atau tepung tawar kepada pasangan suami-istri. Acara peusijuk dipimpin oleh tetua kampung atau keluarga, dengan membaca doa dan shalawat nabi. Pasangan ini didoakan agar mendapat kemudahan dalam proses persalinan. Bahan-bahan yang menjadi perlengkapan peusijuk adalah satu talam ketan kuning dengan tampo (penganan pisang yang dilumatkan dengan tepung beras), satu baki air, satu ikat dedaunan untuk tebar air (on sijuek), dan satu genggam padi dan beras.

Dedaunan yang digunakan berasal dari jenis rumput khusus yang dicabut dengan akarnya (naleung sambo), ditambah dengan daun pandan, dan batang pinang kecil. Di dalam baki air juga dicelupkan cincin emas. Cincin itu ditempelkan pada kening dan dada pasangan sembari didoakan. Cincin adalah simbol harta, bahwa ia harus dicari dengan pikiran (rasional) tapi selalu harus mempertimbangkan aspek moral dan etis (spiritual). Pikiran dan hati harus selalu berkoneksi ketika mencari rezeki (mita hareukat).

Peusijuek sendiri secara etimologis berarti mendinginkan. Tradisi adat ini bukan khas pada proses adat tujuh bulanan kehamilan, tapi juga pada kelahiran, perkawinan, dan juga mendiami rumah atau kenderaan baru. Tujuannya tentu saja mendinginkan pikiran dan hati seseorang, agar tidak mudah emosi ketika mendapatkan sesuatu cobaan. Jika benda dipeusijuek dimaksudkan agar ia berkekalan dengan pemiliknya, tidak hilang atau rusak.

Melihat ornamen magisnya, tradisi peusijuek berasal dari India. Peradaban India sendiri merupakan salah satu yang membentuk kebudayaan Aceh. Aslinya tradisi memberikan berkah dengan teko kuningan yang berasap. Itu paling tidak dapat dilihat dalam film bollywood, Mahabbatain. Etnik India bermigrasi ke Aceh secara massif sejak abad kedua masehi dan juga membawa pengaruh kebudayaan dan agama (Hindu). Etnik India yang mendiami Aceh berasal dari Tamil Nadu, Sri Langka, Andaman dan Nikobar. Banyak tempat di Aceh berasal dari bahasa India seperti Indrapatra, Indrapurwa, dan Indrapuri.

Peusijuek adalah salah satu dari kebudayaan Hindu yang telah terapropriasi (appropriated) dalam kebudayaan Aceh kontemporer, dimana spirit yang dihasilkan berasal dari Islam. Islam adalah prinsip spiritual yang akhirnya terkontekstualisasi dalam kebudayaan lokal yang berbeda-beda. Seperti dikatakan Prof. A. Teuuw, identifikasi kebudayaan Aceh tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Islam dan melayu, yang dekat dengan konsep sinkretisme dan kulturalisme. Ini berbeda dengan Islam Mediterania yang cenderung meng-Arabkan seluruh kebudayaan Islam. Dengan ringkas dapat dikatakan bahwa peusijuek adalah tradisi Islam Melayu Aceh yang masih bertahan dan direpresentasikan melalui tafsir kebudayaan yang khas Aceh, tidak persis sama dengan tradisi tepung tawar pada komunitas melayu Sumatera lainnya.

Fenomena politisasi Islam yang mengarah pada menghakimi tradisi lokal seperti peusijuek memang sedang marak saat ini. Namun demikian saya meyakini tesis seorang antropolog Amerika, Clifford Geertz, bahwa kebudayaan bersifat sosial yang menghasilkan politik makna bersifat sosial pula. Kebudayaan tidak akan hilang sepanjang masih disosialisasi oleh masyarakat penggunanya (Geertz, The Interpretation of Cultures, 1975).

Lagi pula peusijuek ini bukan seperti seperangkat konstruksi yang mudah dilindas atau dibom. Ia merupakan peta kebudayaan etnis Aceh yang konsep maknanya telah tersusun secara mendalam dan menjadi bagian kenormalan local wisdom sebuah komunitas. Kita masih ingat tokoh nasional dan dunia seperti Jusuf Kalla dan Martti Ahtisaari di-peusijuek ketika menjejakkan kakinya pertama kali di Aceh pasca-perdamaian Helsinki, 2005. Tentu saja tradisi ini tidak harus hanya milik elite, tapi milik masyarakat Aceh sekalian. Tradisi harus diapresiasi tanpa harus dicari-cari  alasan di luar kepentingan kebudayaan, yang kadang terlalu mengada-ada.

Naskah asli dari http://detikaceh.blogspot.com/

Seperti biasa disaji bukan untuk dipuji apalagi dicaci namun hanya untuk diketahui

Baca juga upacara adat yang telah dipublish

——————————————————————————————————————————————————

Salam Takzim Batavusqu

Upacara adat peusijuek|Upacara adat mandi Bunting|Upacara adat Mandi Tian Mandaring|Upacara adat Mappassili|Upacara adat molonthalo2|Upacara adat molonthalo1|Angka dan huruf merupakan perpaduan kode|Upacara adat tiwah|Profesi pemerhati lingkunan hidup|Upacara Adat Bau Nyale2|Upacara Adat Bau Nyale1|Upacara Adat Pasola2|Upacara Adat Pasola Sumba1|Warung Blogger|

30 pemikiran pada “Upacara adat 7 bulanan di Aceh

  1. Habis dari Kalimantan langsung terbang ke Aceh. Semua daerah mempunyai tradisi 7 bulanan yang uni termasuk Aceh. Namun esensinya keknya hampir sama. Kegembiraan dan pengharapan kelahiran Sang Pennnerus kehidupan.

  2. Saleum,
    insya Allah suatu saat nanti saya akan posting akan tradisi aceh mengenai hal ini bang, secara global naskah ini sudah sangat bagus, akan tetapi ada beberapa sub tradisi pengiringnya yang tidak tersebut disini. hana masalah… ( tidak masalah…) karena sudah masuk kok ke garis besarnya.
    gimana kabarnya bang? ingat lho kata pak dokter….. hehehe
    saleum dmilano

  3. Ping-balik: Model Onthelis tempo doeloe « Batavusqu

  4. Ping-balik: Award dari Kang Indra Kusuma Sejati « Batavusqu

  5. Ping-balik: Upacara Adat Tingkeban « Batavusqu

  6. Ping-balik: Upacara adat Mitoni « Batavusqu

  7. Ping-balik: Ngontel neng petogogan « Batavusqu

  8. Ping-balik: Upacara adat khitanan masyarakat Betawi « Batavusqu

  9. Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat sunda « Batavusqu

  10. Ping-balik: Peringatan HUT Kota Jakarta « Batavusqu

  11. Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat Tengger « Batavusqu

  12. Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat Demak « Batavusqu

  13. Ping-balik: Tradisi khitanan bagi Masyarakat Bajo « Batavusqu

  14. Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat Bugis « Batavusqu

  15. Ping-balik: Tradisi Khitanan masyarakat Aceh1 « Batavusqu

  16. Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat Aceh2 « Batavusqu

Tinggalkan komentar