Salam Takzim
Sahabat dan pembaca batavusqu yang berbudaya
Ketika seorang wanita hamil untuk pertama kalinya, pada bulan ketujuh kehamilannya diadakan ritual Mitoni. Mitoni berasal dari kata pitu artinya tujuh. Ritual mitoni diadakan dengan maksud untuk memohon berkah Gusti Allah, untuk keselamatan calon orang tua dan anaknya. Bayi lahir pada masanya dengan sehat, selamat, demikian pula ibunya melahirkan dengan lancar, sehat dan selamat. Selanjutnya diharapkan seluruh keluarga hidup bahagia.
Hal-hal penting pada upacara mitoni adalah :
- Siraman ( pemandian calon ibu)
- Pendandanan calon ibu
- Angreman
Tempat, berbagai barang/ubarampe termasuk sesaji, hendaknya sudah tersedia lengkap
Upacara Siraman
Biasanya pelaksanaan siraman diadakan di kamar mandi atau di tempat khusus yang dibuat untuk siraman, di halaman belakang atau samping rumah.
Siraman dari kata siram artinya mandi. Pada saat mitoni adalah pemandian untuk sesuci lahir batin bagi calon ibu/orang tua beserta bayi dalam kandungan.
Yang baku, ditempat siraman ada bak/tempat air yang telah diisi air yang berasal dari tujuh sumber air yang dicampur dengan bunga sritaman, yang terdiri dari mawar,melati, kenanga dan kantil.
Dipagi hari atau sore hari yang cerah, ada terdengar alunan suara gamelan yang semarak, mengiringi pelaksaan siraman.
Di depan tempat siraman yang disusun apik, duduk calon kakek, calon nenek dan ibu-ibu yang akan ikut memandikan. Mereka semua berpakaian tradisional Jawa, bagus, rapi. Tentu saja disaksikan oleh para undangan yang hadir untuk menyaksikan dan memberi restu kepada calon ibu.
Calon ibu dengan berpakaian kain putih yang praktis, tanpa mengenakan asesoris seperti gelang, kalung, subang dsb, datang ketempat siraman dengan diiringi oleh beberapa ibu.
Dia langsung didudukkan di atas sebuah kursi yang dialasi dan dihias dengan sebuah tikar tua, maksudnya orang wajib bekerja sesuai kemampuannya dan dedauanan seperti : opok-opok, alang-alang, oro-oro, dadap srep, awar-awar yang melambangkan keselamatan dan daun kluwih sebagai perlambang kehidupan yang makmur.
Orang pertama yang mendapat kehormatan untuk memandikan adalah calon kakek, kemudian calon nenek dan disusul oleh beberapa ibu yang sudah punya cucu.Sesuai kebiasaan, jumlah yang memandikan adalah tujuh orang. Diambil perlambang positifnya, yaitu tujuh, bahasa Jawanya pitu, supaya memberi pitulungan, pertolongan.
Sesudah selesai dimandikan dengan diguyur air suci, terakhir dikucuri air suci dari sebuah kendi sampai airnya habis. Kendi yang kosong dibanting ketanah. Dilihat bagaimana pecahnya. Kalau paruh atau corot kendi tidak pecah, hadirin ramai-ramai berteriak : Lanang! Artinya bayi yang akan lahir laki-laki. Apabila pecah, yang akan lahir wadon, perempuan
Perlu diketahui bahwa suasana selama pelaksanaan siraman adalah sakral tetapi riang
Pada masa kini, upacara siraman dipandu oleh seorang ibu yang profesional dalam bidangnya, disertai seorang M.C. sehingga upacara berjalan runut, lancar dan bagus..
Peluncuran tropong
Ada kalanya, sesudah selesai pecah kendi, sebuah tropong, alat tenun dari kayu diluncurkan kedalam kain tekstil yang mempunyai tujuh warna. Ini perlambang kelahiran bayi dengan lancar dan selamat.
Siraman gaya Mataraman
Siraman gaya Mataraman atau Yogyakarta kuno, sekarang boleh dibilang tidak dilakukan lagi. Pada siraman tersebut yang dimandikan tidak hanya calon ibu, tetapi jugas calon ayah, secara berbarengan.
Pendandanan calon ibu
Disebuah ruangan yang telah disiapkan untuk upacara pendandanan, beberapa ibu dengan disaksikan hadirin, mendandani calon ibu dengan beberapa motif kain batik dan lurik.
Ada 6/enam motif kain batik, antara lain motif kesatrian, melambangkan sikap satria; wahyu tumurun, yaitu wahyu yang menurunkan kehidupan mulia, sidomukti, maksudnya hidup makmur, sidoluhur-berbudi luhur dsb.
Satu per satu kain batik itu dikenakan, tetapi tidak ada yang sreg, sesuai. Lalu yang ketujuh dikenakan kain lurik bermotif lasem, dengan semangat para hadirin berseru : Ya, ini cocok!
Lurik adalah bahan yang sederhana tetapi kuat, motif lasem mewujudkan perajutan kasih yang bahagia, tahan lama. Begitulah perlambang positif dari upacara pendandanan.
Lurik yang dikenakan calon ibu tersebut diikat dengan tali yang terdiri dari benang dan anyaman daun kelapa. Tali itu dipotong oleh calon ayah dengan menggunakan sebilah keris yang ujungnya ditutup kunyit.Ini perlambang bahwa semua kesulitan yang dihadapi keluarga ,akan diatasi oleh sang ayah
Sesudah memotong tali, sang ayah mengambil tiga langkah kebelakang, membalikkan badan dan lari keluar. Ini melambangkan kelahiran yang lancar dan selamat, bagi bayi dan ibu.
Brojolan
Dua buah kelapa gading diluncurkan kedalam kain lurik yang dipakai calon ibu. Kedua kelapa tersebut jatuh diatas tumpukan kain batik. Ini juga menggambarkan kelahiran yang lancar dan selamat.
Kedua buah kelapa gading itu diukir dengan gambar Dewi Ratih dan Dewa Kamajaya, sepasang dewa dewi yang cantik, bagus rupanya dan baik hatinya.Artinya tokoh, figur yang ayu, baik, luar dalam, lahir batin. Ini tentu dalam menjalani kehidupan kedua orang tua juga bersikap demikian , demikian pula anak yang dilahirkan, menjalani kehidupan yang baik, berbudi pekerti luhur dan mapan lahir batin.
Calon ayah mengambil salah satu kelapa tersebut dan memecahnya dengan menggunakan golok. Kalau kelapa itu pecah jadi dua, hadirin berseru : Wadon, perempuan. Kalau kelapa itu airnya menyembur keluar, hadirin berteriak riang : Lanang, lelaki.
Anak yang dilahirkan putra atau putri, sama saja, tetap akan diasuh, dibesarkan oleh orang tuanya dengan penuh kasih dan tanggung jawab. Kelapa yang satunya, yang masih utuh, diambil, lalu dengan diemban oleh calon nenek , ditaruh ditempat tidur calon orang tua.
Angreman
Angreman dari kata angrem artinya mengerami telur. Calon orang tua duduk diatas tumpukan kain yang tadi dipakai, seolah mengerami telur, menunggu waktu sampai bayinya lahir dengan sehat selamat. Mereka mengambil beberapa macam makanan dari sesaji dan ditaruh disebuah cobek. Mereka makan bersama sampai habis. Cobek itu menggambarkan ari-ari bayi.
Perlu diperhatikan bahwa untuk ritual angreman gaya Yogyakarta, sesajinya tidak ada yang berupa daging binatang yang dipotong. Ini memperkuat doa kedua calon orang tua supaya bayi mereka lahir dengan selamat. Kelapa dan tumpukan kain-kain itu berada diatas tempat tidur kedua calon orang tua. Ini latihan kesabaran bagi keduanya sewaktu menjaga dan merawat bayi.
Dipagi harinya , calon ayah memecah kelapa tersebut.
Ini biasanya yang terjadi. Tetapi kalau dipagi hari ada seorang wanita hamil meminta kelapa tersebut, menurut adat, kelapa itu harus diberikan. Lalu wanita dan suaminya yang akan memecah kelapa itu. Ini melambangkan bahwa dalam menjalani kehidupan, orang tidak boleh egois, mementingkan diri sendiri, saling menolong dan welas asih, haruslah diutamakan.
Sumber asli dari sini
Seperti biasa disaji bukan untuk dipuji apalagi dicaci namun hanya untuk diketahui
Baca juga upacara adat yang telah dipublish
- Upacara adat suku Tengger
- Upacara adat Turun Tanah di Jawa Tengah
- Upacara adat Turun Tanah di Aceh
- Upacara adat Turun Tanah di Madura
- Upacara adat Turun Tanah di Cirebon
- Upacara adat Pemotongan Rambut Gimbal di Wonosobo
- Upacara adat Ngaben di Bali
- Upacara adat Aruh baharin di Kalimantan Selatan
- Upacara adat Perang Obor di Jepara
- Upacara adat Perang sapu lidi di Maluku
- Upacara adat Kasad di Tengger
- Upacara adat Pasola1 di Nusa Tenggara Timur
- Upacara adat Pasola2 di Nusa Tenggara Timur
- Upacara adat Bau Nyale1 di NTB
- Upacara adat Bau Nyale2 di NTB
- Upacara adat Tiwah di Kalteng
- Upacara adat Molonthalo1 dari Gorontalo
- Upacara adat Molonthalo2 dari Gorontalo
- Upacara adat Mappassili dari Bugis
- Upacara adat Tian Mandaring di Banjarmasin
- Upacara adat Mandi Bunting di Kalbar
- Upacara adat Peusijuek di Aceh
- Upacara adat Tingkeban di Jawa Barat
——————————————————————————————————————————————————
Salam Takzim Batavusqu
Upacara adat mitoni|Upacara adat tingkeban|Award dari kang Indra|Model busana onthelis|Upacara adat peusijuek|Upacara adat mandi Bunting|Upacara adat Mandi Tian Mandaring|Upacara adat Mappassili|Upacara adat molonthalo2|Upacara adat molonthalo1| angka dan huruf merupakan perpaduan kode |Upacara adat tiwah|Profesi pemerhati lingkunan hidup|Upacara Adat Bau Nyale2|Upacara Adat Bau Nyale1|Upacara Adat Pasola2|Upacara Adat Pasola Sumba1|Warung Blogger|
mirip tingkeben yang diposting tadi cuma versi jawa dan versi sunda gitu ya pak
Salam
Banyak pembelajaran yang tersirat dalam segala bentuk upacara adat untuk kehidupan kita kesehariannya, agar kita dapat menjadi manusia yang selalu menjaga budipekertiluhur ya Kang !
Sukses selalu
Salam
Ejawanah’s Blog
Waaauw… sungguh beragam sekali upacara adat di Indonesia… 😀
kaya sekali budaya indonesia…..
kalau mitoni sih sudah ga asing lagi di telinga.. 😀
salaam
Budaya Indonesia, semoga tetap terjaga ..
salam 🙂
Kalau di madura dikenal dengan Pelet Bettheng kang
sama dimandikan dengan air kembang juga, katanya sih dingin airnya meskipun dimandikan disiang hari
salam dari pamekasan madura
ada juga upacara 3 bulanan …
mendoakan roh yang akan ditiupkan Tuhan ke calon jabang bayi
Upacara yang sudah jarang saya lihat sejak tinggal di jakarta, karena selain melibatkan banyak orang, kehidupan di Jakarta yang serba cepat membuat orang berpikir praktis.
upacara adatnya Surabaya udah belom? 😮
Tapi semoga tradisi2 semacam ini jangan malah dijadikan sebagai sebuah ritual ‘wajib’ ya kang.. Malah membebani, apalagi utk sodara2 kita yg secara finansial kurang mampu..
Salam hangat,
luar biasa kekayaan budaya kita ya Mas Isro
dan, upacara2 seperti ini masih saja menarik utk disaksikan,
semoga tdk tergerus oleh kemajuan zaman, amin
salam
nah kalo mitoni itu aku tau pak, tapi skrg udah jrg di tempatku. biasanya juga tak sedetail itu. tp sebenernya itu smua tak ada dalam islam
Ping-balik: Ngontel neng petogogan « Batavusqu
ga ada acara belah kelapa ya?
Ping-balik: Upacara adat khitanan masyarakat Betawi « Batavusqu
Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat sunda « Batavusqu
Ping-balik: Peringatan HUT Kota Jakarta « Batavusqu
Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat Tengger « Batavusqu
Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat Demak « Batavusqu
Ping-balik: Tradisi khitanan bagi Masyarakat Bajo « Batavusqu
Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat Bugis « Batavusqu
Ping-balik: Tradisi Khitanan masyarakat Aceh1 « Batavusqu
Ping-balik: Tradisi khitanan masyarakat Aceh2 « Batavusqu